Drama adalah karya sastra
dalam bentuk dialog yang dipertontonkan di atas pentas dengan watak
masing-masing. Drama sebagai naskah karya sastra memiliki unsur-unsur yang
mirip prosa fiksi. unsur-unsur itu merupakan jalinan cerita sehingga sehingga
sebuah naskah drama terbentuk.
Untuk dapat‘menulis sebuah naskah drama, dapat melalui berbagai
tahap kegiatan, di antaranya: mengenali konflik dalam cerita yang pernah
ditonton, mengenali ciri naskah drama, menyimpulkan ciri naskah drama sehingga
dapat merefleksikan ide untuk bahan penulisan naskah drama, berlatih menulis
kreatif naskah drama satu babak.
1. Mengenali Konflik dalam Cerita yang Pernah Ditonton
Dalam berbagai media elektronik kamu tentu pernah melihat beberapa
sinetron remaja yang ditayangkan. Dalam sinetron tersebut digambarkan
pertentangan-pertentangan (konflik) sehingga cerita menjadi menarik. Tulislah
pertentangan-pertentangan yang pernah kamu lihat dalam sinetron atau kamu lihat
dalam kehidupan masyarakatmu!
Tulislah
seperti contoh berikut!
Contoh 1
Siapa
yang bertentangan ? Orang tua dan anak
Mengapa
bertentangan? Orang tuanya ingin agar anaknya menjauhi
pacarnya
yang berandal, tetapi anaknya ngotot
mencintai
pacarnya.
Contoh 2
Siapa
yang bertentangan ? Siswa SMP dan kelompoknya
Mengapa
bertentangan? Salah seorang siswa dalam kelompok
membocorkan
rahasia kelompok sedangkan
anggota
kelompok yang lain menginginkan
kejujuran
dan kekompakan.
Contoh 3
Apa yang
bertentangan ? Nurani dengan nafsu dalam diri seseorang
Mengapa
bertentangan? Tokoh tahu bahwa agama melarang narkoba
tetapi
dia ingin mencobanya.
Konflik dalam cerita berupa pertentangan antara dua kekuatan (dua
tokoh) atau berupa konflik batin karena adanya dua keinginan atau lebih yang
bertentangan dan menguasai diri seseorang sehingga mempengaruhi tingkah laku.
Konflik dalam cerita dapat berupa konflik dengan diri sendiri, konflik dengan
orang lain, dan konflik dengan Tuhan/kekuatan gaib, atau konflik dengan
kekuatan alam. Alur dalam cerita harus mengandung
salah satu atau beberapa jenis konflik tersebut untuk membangun ceritanya.
Konflik-konflik tersebut diwujudkan dalam lakuan dan dialog.
Apa yang
bertentangan ? Kejahatan dan kebaikan dalam diri seseorang
Mengapa bertentangan? Tokoh tahu bahwa mencontek itu berdosa
tetapi dia ingin melakukannya karena tidak bisa mengerjakan soal ulangan.
Dari contoh-contoh yang kamu buat, susunlah simpulan mengenai
pengertian konflik dalam cerita dan jenis-jenis konflik yang ada dalam cerita.
Bandingkan pernyataan berikut ini dengan simpulan yang kamu temukan dalam
diskusi! Komentarilah paparan berikut!
Apa yang kamu ketahui tentang konflik?
2. Mengenali Perbedaan Konflik Naskah Drama
Amati dan
bandingkanlah konflik yang ada dalam naskah drama berikut!
Contoh 1
Di
halaman sekolah yang sudah mulai sepi. Dani dan Kiki kaget dan bengong
Hendi : Hey … kamu berdua! Saya akan ngasih
pelajaran!
Dani : Ada apa Hen …?
Hendi : Alaaah, pura-pura tidak tahu. Mentang-mentang
kalian dapat ngerjain
soal ulangan, kalian sombong,
sedikit pun kalian tidak ngasih tahu!
Kiki : Kapan kamu minta jawaban? Saya lihat kamu
dapat ngerjakan!
Hendi : Ah …, alasan!
Dani : Lantas, sekarang mau apa?
Hendi : Eh …, kamu nantang?!
Kiki : Alaaah …, kamu beraninya kalau ada
bantuan!
Hendi : Tutup mulutmu, (sambil tangannya memberi
isyarat kepada temannya
agar Dani mulai dikerjain oleh
gerombolannya). Hendi dan
gerombolannya mengeroyok
Dani : Sebentar … se … bentar (sambil menahan
pukulan).
Dari
belakang terdengar suara yang ternyata Pak guru Geografi akan melerai
perkelahian
itu.
Pak Guru:
Heee …, berhenti. Heh, sudah hentikan! (berteriak).
Contoh 2
Pelaku :
Anton - Pemimpin redaksi majalah dinding
Rini - Sekretaris redaksi
Wilar - Wakil pemimpin redaksi
Trisno - Karikaturis
Kardi - Pelajar, Eseist majalah
dinding
Cerita : Anton
tampak berwajah kusut hari minggu itu, segera lari ke sekolah sesudah mendengar
berita dari Wilar bahwa majalah dinding dibreidel oleh Kepala Sekolah gara-gara
Trisno karikaturis, mengejek Pak Kusno, Guru Karate
Anton : Kardi
Kardi : Ya!
Anton : Kau ada waktu nanti sore?
Kardi : Ada apa, sih?
Anton : Aku perlu bantuanmu. Menyusun surat protes
itu.
Rini : Kurasa tak ada gunanya, kita protes. Kita
sudah kalah. Bagi kita, Kepala
Sekolah kita bukan guru lagi. Bukan
pendidik. Ia berlagak penguasa.
Kardi : Itu tafsiranmu, Rin. Menurut dia,
tindakannya mendidik.
Anton : Mendidik, tetapi mendidik pemberontak. Bukan
mendidik anak-anaknya
sendiri.
Kardi : Masa begitu?
Anton : Kalau mendidik anaknya sendiri, kan tidak
begitu caranya.
Kardi : Tentu saja tidak. Ia bertindak, dengan
caranya sendiri.
Rini : Sudahlah. Kalau kalian menurut aku,
sebaiknya kita protes diam. Kita
mogok. Nanti kalau sekolah kita
tutup tahun, kita semua diam. Mau apa
Pak Kepala Sekolah itu, kalau
kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi
semua.
Anton : Tapi masih ada satu bahaya.
Rini : Bahaya?
Kardi : Nasib Trisno, karikaturis kita itu?
Anton : Bisa jadi dia akan celaka.
Rini : Lalu?
Anton : Kita harus selesaikan masalah ini.
Rini : Caranya?
Anton : Kita harus buka front terbuka.
Kardi : Itu tidak taktis, Bung!
Anton : Habis kalau kita main gerilya kita kalah. Dia
masih bisa main tangan besi
lewat wali kelas.
Kardi : Baik. Tapi front terbuka juga berbahaya.
Rini : Orang luar bisa tahu. Sekolah cemar.
Kardi : Betul.
Anton : Apakah sudah tak ada jalan keluar lagi? Kita
mati kutu?
Kardi : Ada. Tapi jangan grusa-grusu. Kita harus
ingat, ini bukan perlawanan
melawan musuh. Kita berhadapan
dengan orang tua kita sendiri, di rumah
sendiri. Jadi jangan asal
membakar rumah, kalau marah.
Anton :
Baik filsuf! Apa rencanamu.
(Trisno
masuk, nafasnya terengah-engah. Peluhnya berlelehan).
Rini : Engkau dari mana Tris?
Anton : Dari rumah Pak Kepala Sekolah?
Kardi : Dari rumah Pak Kepala Sekolah kita? Kau
dimarahi?
Trisno : Huuuhh. Disemprot ludah pagi hari.
Rini : Mau apa kau ke sana? Kan tak dipanggil?
Anton : Engkau goblok Tris. Masa pagi-pagi ke sana.
Kardi : Sebaiknya engkau tidak ke sana sebelum
berembug dengan kita.
Rini : Haaah. Individualisme itu coba dikurangi.
Kita kan merupakan tim.
Anton : Engkau memang selalu begitu tiap kali.
Trisno : Belum tahu sudah nyemprot.
Kardi : Pak Kepala ke rumahmu?
Trisno : Ya. Terus aku mau rembugan bagaimana dengan
kalian? Belum bisa
bernafas sudah dicekik. Kok
suruh rembugan dulu.
Rini : Ibumu tahu?
Trisno : Untung mereka ke gereja pagi.
Anton : Terus?
Trisno : Pokoknya aku didesak, ide itu ide siapa.
Sudah dapat izin dari kau apa
belum?
Anton : Jawabmu?
Trisno : Aku katakan itu ide itu ideee …..
Anton :
Ide Anton …..
Trisno :
Ide Albertus Trisno sang pelukis! Dengan?
Rini : Tapi, kau bilang
sudah ada persetujuan dari pemimpin redaksi?
Trisno :
Tidak, Rin.
Anton :
Kau bilang apa?
Trisno :
Aku bilang bahwa tanpa sepengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu.
Sepenuhnya, tanggung jawab saya.
Dengar?
Kardi : Edaaan. Pahlawan ini benar?
Rini : Ooooo, hebat kau Tris, bahagialah Yayuk
yang punya kekasih macam kau.
Trisno :
Ah, Rin, nanti aku tidak bisa tidur kau bilang Yayuk pacarku.
Anton :
Kenapa kau bilang begitu. Kau menghina aku, Tris? Aku yang suruh engkau melukis
itu. Aku penanggung jawabnya. Akulah yang mesti digantung ….. bukan kau.
Kardi :
Lho. Lho, sabar, sabar, sabar.
Anton :
Ayo, kau mesti ralat pernyataan itu.
Trisno :
Begini Ton, maksudku, agar kau …..
Anton :
Tidak ….. aku tidak butuh perlindunganmu. Aku mesti digantung, bukan kau.
Trisno :
Begini Ton, maksudku, bahwa aku telah …..
Anton :
Sudah! Aku tahu, kau berlagak pahlawan, agar orang-orang menaruh perhatian
padamu, sehingga dengan demikian kau …..
Rini :
Anton! Ini apa. Ini apa?
Kardi :
Anton. Sabar. Kau mau bunuh diri apa bagaimana. Mana sedang gawat malah
bertengkar sendiri.
Rini : Ayo dong
Laaar, mana dia. Kau ini ngejek!
Anton : Kau bertemu
dia, pagi ini?
Wilar : Dia mau!
Anton : Mau.
Rini : Mau?
Wilar : Jelas. Malah
dia berkata begini. Aku wali kelas kalian. Aku ikut bertanggung jawab atas
perbuatan kalian terhadap Pak Kusno itu. Tapi, kalian tak boleh bertindak
sendiri. Diam saja. Aku yang akan maju ke Bapak Kepala Sekolah. Aku akan
menjelaskan, bahwa Pak Kusno memang kurang beres. Tapi kalau kalian berbuat dan
bertindak sendiri-sendiri main coratcoret, atau membikin onar, kalian akan
kulaporkan ke Polisi …..
Rini : Pak Lukas
memang guru sejati. Mau melibatkan diri dengan problem anak anaknya. Dia
sungguh seperti bapakku sendiri.
Anton : Dia seorang
bapak yang melindungi, sifatnya lembut seperti seorang ibu …..
Trisno : Bagaimana
kalau dia kita juluki, Pak Lukas sang penyelamat…..
Semua : Setujuuuuuuu!
Kardi : (Termenung)
Rini : Ada apa
filsuf?
Kardi : Sekarang
sampailah kesimpulan tentang renungan-renunganku selama ini …..
Anton : Waaahhhh!
Rini : Renungan apa
Di?
Trisno : Renungan apa
lagi …..?
Kardi : Bahwa…..
bahwa kreativitas, ternyata ….. ternyata, membutuhkan perlindungan.
Bakdi Sumanto. Majalah Semangat.
Diskusikan
dalam kelompokmu hal-hal berikut!
a.
Siapakah yang bertentangan (berkonflik) dalam contoh drama 1, 2, dan 3?
b.
Mengapa para tokoh itu bertentangan?
3. Mengenali Kaidah Naskah Drama
Dari pengamatanmu terhadap beberapa naskah drama tersebut,
simpulkan kaidah naskah drama! Komentarilah pernyataan berikut berdasarkan
hasil diskusimu!
Berbeda dengan cerita-cerita fiksi yang bersifat naratif, drama
mempunyai kaidah sendiri, yakni:
1. Drama disajikan berbentuk babak dan adegan.
Babak terdiri atas beberapa adegan. Adegan ditandai dengan pergantian pelaku
dalam satu peristiwa (satu kali tutup layar dalam drama tradisional).
2. Dalam naskah drama terdapat pelaksanaan
(narasi) yang menunjukkan latar, suasana, lakuan para tokoh dalam drama.
3. Dalam naskah drama dituliskan nama-nama
pelaku yang berbicara di depan kalimat-kalimat dialog .
4. Menulis Kreatif Naskah Drama Satu Babak
Untuk dapat menulis naskah drama satu babak, lakukan langkah
berikut!
1. Menentukan tema, tema cerita sebuah drama
dapat diambil dari kehidupan nyata seseorang yang ada di sekitar kita, atau
terinspirasi cerpen atau novel yang perna dibaca.
2. Menyusun kerangka cerita, hal itu dilakukan agar dapat membantu proses
penulisan selanjutnya. Pengembangan daya khayal (imajinasi) dapat merencanakan
adegan-adegan yang diinginkan. Hasil menyusun kerangka cerita ini dapat juga
berupa ringkasan cerita.
3. Menentukan konflik, konflik adalah ketegangan
atau pertentangan antartokoh cerita. Setelah cerita dibuat, perlu
dipertimbangkan kembali bagian-nagian mana konflik akan diletakkan.
4. Menentukan tokoh cerita dan perwatakannya.
Perwatakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu fisik dan psikis, perwataka fisik
berarti gambaran tentang fisik tokoh; cantik, berambut panjang, berbadan kekar
dan sebagainya. perwatakan psikis berarti sifat atau karakter tokoh.
5. Menyusun naskah, merupakan kegiatan yang sesungguhnya dalam
proses kreatif drama. Pilihlah kata-kata yang dapat mewakili pikiran dan
perasaan.
6. Menentukan judul cerita, dapat ditentukan
sebelum atau sesudah cerita ditulis. Secara umum cerita juga harus memenuhi
syarat-syarat tertentu, antara lain; sesuai dengan isi dan tema cerita,
menarik, dan membawa daya khayal tersendiri, singkat dan tepat.
5. Mengomentari Naskah Drama yang Disusun
Kriteria naskah drama yang baik dinilai dari segi :
1. Keunikan konflik yang diangkat dalam naskah
drama,
2. Kelogisan penyelesaian konflik,
3. Kesesuaian dialog dengan rangkaian peristiwa
yang digambarkan,
4. Kejelasan isi dialog, dan
5. Kejelasan narasi (penjelasan) sehingga mudah
dipentaskan.
MEDIA
PEMBELAJARAN
Contoh 1
Di halaman sekolah yang sudah mulai sepi. Dani dan Kiki kaget dan
bengong
Hendi :
Hey … kamu berdua! Saya akan ngasih pelajaran!
Dani :
Ada apa Hen …?
Hendi :
Alaaah, pura-pura tidak tahu. Mentang-mentang kalian dapat
ngerjain soal ulangan, kalian
sombong, sedikit pun kalian tidak
ngasih tahu!
Kiki :
Kapan kamu minta jawaban? Saya lihat kamu dapat ngerjakan!
Hendi :
Ah …, alasan!
Dani :
Lantas, sekarang mau apa?
Hendi :
Eh …, kamu nantang?!
Kiki :
Alaaah …, kamu beraninya kalau ada bantuan!
Hendi :
Tutup mulutmu, (sambil tangannya memberi isyarat kepada
temannya agar Dani mulai dikerjain oleh gerombolannya). Hendi
dan gerombolannya mengeroyok
Dani :
Sebentar … se … bentar (sambil menahan pukulan). Dari belakang
terdengar suara yang ternyata Pak guru
Geografi akan melerai
perkelahian itu. Pak Guru : Heee …, berhenti. Heh, sudah
hentikan! (berteriak).
Contoh 2
Pelaku :
Anton - Pemimpin redaksi majalah dinding
Rini -
Sekretaris redaksi
Wilar -
Wakil pemimpin redaksi
Trisno -
Karikaturis
Kardi -
Pelajar, Eseist majalah dinding
Cerita :
Anton tampak berwajah kusut hari minggu itu, segera lari ke
sekolah sesuda mendengar berita dari
Wilar bahwa majalah dinding
dibreidel oleh Kepala Sekolah gara-gara
Trisno karikaturis
, mengejek Pak Kusno, Guru Karate
Anton :
Kardi
Kardi :
Ya!
Anton :
Kau ada waktu nanti sore?
Kardi :
Ada apa, sih?
Anton :
Aku perlu bantuanmu. Menyusun surat protes itu.
Rini :
Kurasa tak ada gunanya, kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, \
Kepala Sekolah kita bukan guru lagi.
Bukan pendidik. Ia berlagak
penguasa.
Kardi :
Itu tafsiranmu, Rin. Menurut dia, tindakannya mendidik.
Anton :
Mendidik, tetapi mendidik pemberontak. Bukan mendidik anak-
anaknya sendiri.
Kardi :
Masa begitu?
Anton :
Kalau mendidik anaknya sendiri, kan tidak begitu caranya.
Kardi :
Tentu saja tidak. Ia bertindak, dengan caranya sendiri.
Rini :
Sudahlah. Kalau kalian menurut aku, sebaiknya kita protes diam.
Kita
mogok. Nanti kalau sekolah kita tutup tahun, kita semua diam.
Mau apa Pak Kepala Sekolah itu,kalau kita
diam. Tenaga inti
masuk staf redaksi semua.
Anton :
Tapi masih ada satu bahaya.
Rini :
Bahaya?
Kardi :
Nasib Trisno, karikaturis kita itu?
Anton :
Bisa jadi dia akan celaka.
Rini :
Lalu?
Anton :
Kita harus selesaikan masalah ini.
Rini :
Caranya?
Anton :
Kita harus buka front terbuka.
Kardi :
Itu tidak taktis, Bung!
Anton :
Habis kalau kita main gerilya kita kalah. Dia masih bisa main
tangan besi lewat wali kelas.
Kardi :
Baik. Tapi front terbuka juga berbahaya.
Rini :
Orang luar bisa tahu. Sekolah cemar.
Kardi :
Betul.
Anton :
Apakah sudah tak ada jalan keluar lagi? Kita mati kutu?
Kardi :
Ada. Tapi jangan grusa-grusu. Kita harus ingat, ini bukan
perlawanan melawan musuh. Kita
berhadapan dengan orang tua
kita sendiri, di rumah sendiri. Jadi jangan
asal membakar rumah,
kalau marah.
Anton :
Baik filsuf! Apa rencanamu.
(Trisno
masuk, nafasnya terengah-engah. Peluhnya berlelehan).
Rini :
Engkau dari mana Tris?
Anton :
Dari rumah Pak Kepala Sekolah?
Kardi :
Dari rumah Pak Kepala Sekolah kita? Kau dimarahi?
Trisno :
Huuuhh. Disemprot ludah pagi hari.
Rini :
Mau apa kau ke sana? Kan tak dipanggil?
Anton :
Engkau goblok Tris. Masa pagi-pagi ke sana.
Kardi :
Sebaiknya engkau tidak ke sana sebelum berembug dengan kita.
Rini :
Haaah. Individualisme itu coba dikurangi. Kita kan merupakan tim.
Anton :
Engkau memang selalu begitu tiap kali.
Trisno :
Belum tahu sudah nyemprot.
Kardi :
Pak Kepala ke rumahmu?
Trisno :
Ya. Terus aku mau rembugan bagaimana dengan kalian? Belum
bisa bernafas sudah dicekik. Kok suruh
rembugan dulu.
Rini :
Ibumu tahu?
Trisno :
Untung mereka ke gereja pagi.
Anton :
Terus?
Trisno :
Pokoknya aku didesak, ide itu ide siapa. Sudah dapat izin dari kau
apa belum?
Anton :
Jawabmu?
Trisno :
Aku katakan itu ide itu ideee …..
Anton :
Ide Anton …..
Trisno :
Ide Albertus Trisno sang pelukis! Dengan?
Rini :
Tapi, kau bilang sudah ada persetujuan dari pemimpin redaksi?
Trisno :
Tidak, Rin.
Anton :
Kau bilang apa?
Trisno :
Aku bilang bahwa tanpa sepengetahuan Anton, aku pasang
karikatur itu. Sepenuhnya, tanggung jawab saya. Dengar?
Kardi :
Edaaan. Pahlawan ini benar?
Rini :
Ooooo, hebat kau Tris, bahagialah Yayuk yang punya kekasih
macam kau.
Trisno :
Ah, Rin, nanti aku tidak bisa tidur kau bilang Yayuk pacarku.
Anton :
Kenapa kau bilang begitu. Kau menghina aku, Tris? Aku yang
suruh engkau melukis itu. Aku penanggung jawabnya. Akulah
yang mesti digantung ….. bukan kau.
Kardi :
Lho. Lho, sabar, sabar, sabar.
Anton :
Ayo, kau mesti ralat pernyataan itu.
Trisno :
Begini Ton, maksudku, agar kau …..
Anton :
Tidak ….. aku tidak butuh perlindunganmu. Aku mesti digantung,
bukan kau.
Trisno :
Begini Ton, maksudku, bahwa aku telah …..
Anton :
Sudah! Aku tahu, kau berlagak pahlawan, agar orang-orang
menaruh perhatian padamu,sehingga
dengan demikian kau …..
Rini :
Anton! Ini apa. Ini apa?
Kardi :
Anton. Sabar. Kau mau bunuh diri apa bagaimana. Mana sedang
gawat malah bertengkar sendiri.
Rini : Ayo dong
Laaar, mana dia. Kau ini ngejek!
Anton : Kau bertemu
dia, pagi ini?
Wilar : Dia mau!
Anton : Mau.
Rini : Mau?
Wilar : Jelas. Malah
dia berkata begini. Aku wali kelas kalian. Aku ikut
bertanggung jawab atasperbuatan kalian terhadap Pak Kusno
itu. Tapi, kalian tak boleh bertindak
sendiri. Diam saja.Aku yang
akan maju ke Bapak Kepala Sekolah. Aku akan
menjelaskan
, bahwa Pak Kusno memang kurang
beres. Tapi kalau kalian
berbuat dan bertindak
sendiri-sendiri main coratcoret, atau
membikin onar, kalian akan kulaporkan ke Polisi …..
Rini : Pak Lukas
memang guru sejati. Mau melibatkan diri dengan problem
anak anaknya.
Dia sungguh seperti bapakku sendiri.
Anton : Dia seorang
bapak yang melindungi, sifatnya lembut seperti
seorang
ibu …..
Trisno : Bagaimana
kalau dia kita juluki, Pak Lukas sang penyelamat…..
Semua : Setujuuuuuuu!
Kardi : (Termenung)
Rini : Ada apa
filsuf?
Kardi : Sekarang
sampailah kesimpulan tentang renungan-renunganku
selama ini …..
Anton : Waaahhhh!
Rini : Renungan apa
Di?
Trisno : Renungan apa
lagi …..?
Kardi : Bahwa…..
bahwa kreativitas, ternyata ….. ternyata, membutuhkan
perlindungan. Bakdi Sumanto. Majalah Semangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar