Cari

Minggu, 26 Mei 2013

Ulasan tentang Pendekatan Komunikatif


PENDEKATAN KOMUNIKATIF
DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA
DI PERGURUAN TINGGI
Oleh: Leni Syafyahya
ABSTRAK
Pengajaran bahasa Indonesia dapat dibuat lebih menyenangkan dengan menggunakan pendekatan yang lebih menarik. Pendekatan yang menarik akan memikat mahasiswa untuk mempelajari bahasa Indonesia. Pendekatan itu ialah pendekatan komunikatif. Pendekatan komunikatif yang diterapkan dengan empat metode, yakni metode simulasi/ The Simulation Method, metode kaji pemahaman/ The Inquiry Method, metode Students Teams Achievement Division (STAD), dan metode Team Games Tournament (TGT) mengandung berbagai manfaat yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri mahasiswa. Di samping itu, dengan pendekatan komunikatif ini, juga dapat menggali potensi mahasiswa dan dosen untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman.
Kata Kunci: Pengajaran, Bahasa Indonesia, Pendekatan, dan Komunikatif
I. PENDAHULUAN
Ada dua pendapat yang bertentangan di tengah pengajaran bahasa Indonesia. Di satu sisi, banyak keluhan yang dilontarkan oleh masyarakat terhadap penguasaan bahasa Indonesia si anak didik. Keluhan itu terutama karena si anak didik dianggap kurang mampu menggunakan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun secara tertulis. Di sisi lain, di sebagian siswa/ mahasiswa mengatakan pembelajaran bahasa Indonesia sangat membosankan karena mereka sudah merasa bisa dan penyampaian materi yang kurang menarik sehingga secara tidak langsung siswa/ mahasiswa menjadi lemah dalam penangkapan materi (Haris, 2008).
Penulis sebagai pengajar bahasa Indonesia di perguruan tinggi juga menemukan kasus seperti ini.Hal itu penulis rasakan ketika penulis mengajarkan bahasa Indonesia di berbagai fakultas, seperti: Fakultas MIPA ( Jurusan Farmasi dan jurusan Kimia), Fakultas Ekonomi ( Jurusan Akutansi dan Jurusan Pemasaran), dan Fakultas Sastra ( Jurusan Sastra Inggris) di Universitas Andalas ini. Penulis mengajar bahasa Indonesia pada berbagai fakultas itu sudah hampir tujuh belas tahun. Di awal-awal mengajar, penulis merasa kesulitan untuk menumbuhkan dan mengembangkan minat mahasiswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia. Para mahasiswa tidak begitu berminat belajar bahasa Indonesia. Mereka pada umumnya belajar bahasa Indonesia semata-mata untuk memenuhi SKS karena mata kuliah bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib universitas dan mencari nilai yang memuaskan.
Berangkat dari permasalah itu, penulis berusaha melakukan perubahan-perubahan dalam pengajaran bahasa Indonesia. Salah satu perubahahan yang dilakukan ialah dengan menerapkan pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa Indonesia. Pendekatan komunikatif penulis terapkan seiring pula dengan kebijakan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi. Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi dalam upaya mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa profesi dan keilmuan dinyatakan dalam SK Menteri Pendidikan Nasional No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, bahasa Indonesia masuk dalam kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (lihat Widjono, 2005:5).
Selain itu, Surat Keputusan Mendiknas 045/U/2000 menyebutkan bahwa kurikulum di perguruan tinggi dikembangkan berdasarkan orientasi kompetensi, yaitu seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu (lihat Widjono, 2005:5). Kompetensi yang diharapkan dalam kuliah bahasa Indonesia ialah kecakapan berbahasa Indonesia sebagai pendukung kecakapan profesional seseorang dalam melaksanakan tugas profesi atau keahliannya.
Oleh karena itu, mahasiswa harus memahami konsep secara tepat, terampil menyebutkan dan mengaplikasikan ciri-ciri umum bahasa yang baik dan benar, ciri-ciri khusus yang menyangkut ejaan yang baku, diksi yang baik dan benar, kalimat yang efektif, paragraf yang apik, serta terampil menyebutkan kesalahan untuk memperbaikinya. Untuk mencapai kecakapan berbahasa Indonesia itu, perlu diterapkan pendekatan yang tepat. Pendekatan yang tepat dapat membuat mahasiswa belajar secara aktif, yaitu pendekatan komunikatif.
II. PENDEKATAN KOMUNIKATIF
DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA
Pendekatan komunikatif berorientasi pada proses belajar- mengajar bahasa berdasarkan tugas dan fungsi berkomunikasi. Prinsip dasar pendekatan komunikatif ialah: a) materi harus terdiri dari bahasa sebagai alat komunikasi, b) desain materi harus menekankan proses belajar-mengajar dan bukan pokok bahasan, dan c) materi harus memberi dorongan kepada pelajar untuk berkomunikasi secara wajar ( Siahaan dalam Pateda, 1991:86).
Dalam pendekatan komunikatif, yang menjadi acuan adalah kebutuhan si terdidik dan fungsi bahasa. Pendekatan komunikatif berusaha membuat si terdidik memiliki kecakapan berbahasa. Dengan sendirinya, acuan pokok setiap unit pelajaran ialah fungsi bahasa dan bukan tata bahasa. Dengan kata lain, tata bahasa disajikan bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sarana untuk melaksanakan maksud komunikasi.
Strategi belajar-mengajar dalam pendekatan komunikatif didasarkan pada cara belajar siswa/mahasiswa aktif, yang sekarang dikenal dengan istilah Student Centered Learning (SCL). Cara belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey Learning by Doing (1854—1952) (lihat Pannen, dkk.2001:42). Dewey sangat tidak setuju dengan rote learning ‘belajar dengan menghafal’. Dewey menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu mahasiswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan/ mahasiswa terlibat secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
Dalam pendekatan komunikatif, ada beberapa metode yang dapat diterapkan, yaitu metode simulasi/ The Simulation Method, dan metode kaji pengalaman/ The Inquiry Method (Pateda,1991:87). Rumusan yang hampir sama dinyatakan oleh Slavin (dalam Pannen, dkk. 2001:69) metode-metode belajar aktif terdiri atas: metode Students Teams Achievement Division (STAD), metode Team Games Tournament (TGT), dan metode Jingsaw II. Dari pendapat Slavin ini, penulis hanya menerapkan metode STAD dan metode TGT. Hal ini dikarenakan metode jingsaw II lebih rumit. Selain mahasiswa, dibagi atas beberapa kelompok, dosen harus memilih mahasiswa yang tingkat kemampuannya lebih. Mahasiswa yang tingkat kemampuannya melebihi tingkat kemampuan teman mereka akan dikelompokan pula menjadi kelompok ahli.
2.1 Metode Simulasi/ The Simulation Method
Metode simulasi diterapkan dengan aturan sebagai berikut:
  1. Mahasiswa dibagi atas beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok paling banyak lima orang.
  2. Dosen menyediakan topik-topik pembicaraan yang akan dibahas oleh setiap kelompok.
  3. Dosen berkeliling mengawasi kelompok dan sekali-kali melakukan tilang bahasa.
  4. Kesalahan umum dibicarakan secara umum.
  5. Diusahan agar anggota kelompok berani mengemukakan pendapat.
  6. Dosen mencatat kesalahan yang selalu muncul. Kesalahan ini dapat dimunculkan dalam evaluasi.
  7. Untuk memperbaiki kesalahan, sebaiknya, si terdidik yang memperbaikinya..
2.2 Metode STAD/ Students Teams Achievement Division
Metode STAD diterapkan dengan aturan sebagai berikut:
  1. Penyajian dosen
b. Diskusi kelompok mahasiswa
c. Tes/kuis/silang tanya antarkelompok
d. Penguatan dari dosen
Penyajian dosen mengenai pokok-pokok permasalahan, konsep, kaidah, dan prinsip-prinsip bidan ilmu. Penyajian dosen dalam bentuk ceramah dan tanya jawab. Diskusi kelompok dilakukan berdasarkan permasalahan yang disampaikan oleh dosen. Setelah itu, tes/kuis dilakukan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa. Terakhir, penguatan dosen dilakukan untuk menyakinkan keragua-raguan mahasiswa dan silang pendapat antarkelompok dalam diskusi.
2.3 Metode TGT/ Team Games Tournament
Metode TGT diterapkan dengan aturan sebagai berikut:
  1. Identifikasi masalah
  2. Pembahasan masalah dalam kelompok
c. Presentasi hasil bahasan kelompok/turnamen
d. Penguatan oleh dosen
Dalam identifikasi masalah, mahasiswa ditugaskan membaca sebuah konsep di rumah. Kemudian, konsep itu dipecahkan dalam kelompok. Setelah itu, pemecahan masalah disajikan dalam bentuk presentasi/turnamen. Dosen dan beberapa mahasiswa menjadi juri.
2.4 Metode Kaji Pengalaman/ The Inquiry Method
Metode kaji pengalaman diterapkan dengan aturan sebagai berikut:
  1. Mahasiswa diundang ke depan kelas.
  2. Ia diminta mengemukakan pendapatnya mengenai topik yang telah disediakan.
  3. Dosen memberanikan si mahsiswa agar ia dapat mengemukakan pendapat.
  4. Dosen dapat memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa yang dilakukan si mahasiswa.
  5. Para mahasiswa mencatat kesalahan dan perbaikan yang dibahas bersama-sama.
  6. Kesalahan yang selalu munculdapat dijadikan bahan evaluasi.
Penulis menyadari bahwa keempat metode dalam pendekatan komunikatif yang ditawarkan di atas kadang-kadang tidak cocok untuk pokok bahasan tertentu. Memang di satu sisi, pendekatan komunikatif ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu mungkin dari sisi mahasiswa, sisi penyusunan bahan, dan dari sisi dosen/pengajar sendiri.
Akan tetapi, di sisi lain, keempat metode dalam pendekatan komunikatif itu telah penulis terapkan dan praktikan dalam kuliah bahasa Indonesia di berbagai fakultas di Universitas Andalas ini. Berdasarkan pengalaman dan praktik yang penulis lakukan, ternyata, keempat metode itu efektif digunakan dan mahasiswa tertarik serta aktif mempraktikan bahasa Indonesia dalam kelas.
III. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penerapan pendekatan komunikatif dengan berbagai metodenya merupakan angin segar dalam pengajaran bahasa Indonesia. Karena dengan penerapan pendekatan komunikatif ini, penulis dapat mengusulkan dan mengatakan, ternyata, mahasiswa lebih tertarik dan senang belajar bahasa Indonesia. Semoga, tulisan ini menjadi sebuah wacana baru bagi pengajaran bahasa Indonesia, yang bagi sebagian mahasiswa merupakan pelajaran yang tidak menyenangkan dan membosankan. Semoga.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Haris Ishaq, Abdul. 2008. ”Problematika Pengajaran Bahasa Indonesia”. http://www.minmalangsatu.com.
Pannen, Paulina dkk. 2001. Mengajar di Perguruan Tinggi: Konstrukktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Ende-Flores: Nusa Indah.
Widjono Hs. 2005. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar